Pendahuluan
Psikologi sebagai sebuah ilmu pengetahuan, tengah dianggap oleh masyarakat populer secara umum sebagai sebuah pengetahuan paranormal (bisa memprediksi atau memetakan profil seseorang). Ada pula masyarakat yang menganggap bahwa psikologi atau seorang psikolog adalah bagi orang-orang yang sudah “gila”, yang kemudian profesional psikiater dan psikolog disamakan.
Psikolog adalah paranormal
Pada dasarnya, psikologi adalah bukan seperti yang ada dalam paradigma masyarakat sekarang. Hanya saja, dalam masyarakat dengan konstrual yang relatif tradisional, kemudian menerima demikian saja informasi sederhana yang ditangkap. Anggapannya paranormal, adalah ketika seorang psikolog yang sudah melalui proses observasi, wawancara, konseling, maupun proses psikologis lainnya berhasil memetakan secara tepat profil seseorang.
Berkenaan dengan paparan saya diatas, maka jelas, bahwa ketika seorang psikolog atau akademisi psikologi berhasil memetakan profil seseorang, adalah bukan karena sebuah proses mistis, melainkan adalah melalui proses empiris. teknik-teknik yang kami biasa gunakan adalah observasi (sebuah metode mengamati tingkah laku, yang kemudian setiap tingkah laku di pilah dan kemudian di telaah dengan teori tertentu, lalu di asumsikan arti dari tingkah laku tertentu), wawancara (sebuah metode dengan interaksi verbal, dan mencoba untuk menggali proses kognitif seseorang, yang kemudian setiap kata yang terucap di pilah berdasarkan teori tertentu, lalu di asumsikan atau diaplikasikan berdasarkan fakta yang ada), konseling (sebuah proses wawancara lebih mendalam dan lebih terarah, untuk memfasilitasi seseorang menemukan solusi), proses psikologis lainnya seperti pengerjaan alat tes psikologi (MMPI, tes Inteligensi, tes temperamen, dan lain-lain).
Psikolog bagi orang gila
Gila adalah sebuah kata yang di gunakan oleh masyarakat awam untuk mengungkapkan sebuah kondisi tidak berfungsi dengan baiknya cara interaksi seseorang terhadap yang lain. Dengan bahasa psikologis, seorang yang dinyatakan “gila” oleh masyarakat awam, adalah seorang yang tidak sama secara tingkah laku dengan masyarakat secara mayoritas (secara statistik, signifikan tidak berada dalam distribusi normal). Namun lingkup psikologi bukan hanya pada masyarakat yang “gila”. Bahkan akan lebih baik ketika belum “gila” sudah membawa diri ke pendekatan psikologi. Dalam analogi kedokteran kira-kira dapat saya gambarkan demikian :” jangan ke dokter ketika sudah stadium 4, karena sudah terlambat. Konsultasikan diri sebelum mengalami yang lebih parah. Psikolog tidak hanya berfungsi sebagai terapis ketika sudah mengalami penyimpangan yang parah (“gila” dalam bahasa psikologis adalah “penyimpangan”), namun juga bisa sebagai detektor sebelum terjadi penyimpangan, atau mendeteksi kemungkinan penyimpangan itu. Psikolog juga dapat menjadi konselor, ketika seseorang membutuhkan nasihat psikologis, misalnya bagi perkembangan anak, cara belajar, hubungan dengan rekan sekerja, hubungan dengan atasan, hubungan dalam keluarga, dan sebagainya. Untuk itu jelas bahwa Psikolog tidak hanya bagi orang “gila” saja bukan?
Psikolog dan Psikiater
Psikolog dan psikiater adalah sebuah profesional yang menggunakan pendekatan kejiwaan sebagai alat untuk mengetahui atau menganalisa seseorang yang menjadi klien. Perbedaanya kemudian terletak pada objek studi secara dominan dari kedua profesi ini. Pada profesi psikiater, fisik dari kejiwaan itu sendiri menjadi pusat atau dasar pre asumsi yang ditarik untuk setiap analisa simptom yang digunakan. Sementara pada profesi psikolog, pendekatan terhadap bagaimana seseorang bertingkah laku, menjadi pusat atau dasar pre asumsi. Dan untuk setiap profesi ini jelas, bahwa masing-masing mempelajari cara intervensi yang berbeda. secara fisik, tentu cara intervensi yang paling dapat di gunakan adalah secara kimiawi, sementara untuk tingkah laku, maka perlu adanya terapi khusus yang menyangkut kepada bagaimana proses kognitif seseorang hingga memunculkan tingkah laku tersebut.
Saran
perlu adanya sebuah media pertukaran informasi yang relevan dengan masyarakat Indonesia yang cenderung mengadaptasikan informasi cukup yang tersedia di hadapannya. Dengan demikian, maka media yang diharapkan ini haruslah interaktif dan mengundang antusiasme masyarakat Indonesia. Asumsi ini saya tarik karena melihat kecenderungan masyarakat Indonesia akan sebuah peristiwa yang luar biasa dan ketika mereka bisa terlibat di dalamnya, maka kemudian akan menarik lebih banyak orang lagi untuk ikut di dalamnya, dan bahkan mengundang perilaku kritis bertanya untuk informasi yang dibutuhkan agar dapat terlibat lebih jauh.
Referensi
Anastasi, Urbina. Psychological testing.
Aronson, E., Wilson, T.D., Akert, R.M. 2004. Media and Research Update : Social Psychology, 4th ed. New Jersey : Prentice-Hall.
Ashcraft, M. H. 1994. Human Memory and Cognition, second edition. USA: HarperCollins College Publishers.
Harbelandt, K. 1999. Human Memory: Exploration and application. USA:Allyn & Bacon
Murphy, K.R., Davidshofer, C.O..2005. Psychological Testing. Pearson Prentice hall.
Observation skill.
Santrock, John W. 2006. Life-span Development. New York : McGraw-Hill
Schultz,D. 1976. Theories Of Personality. Wadsworth :California.
Wortman, C.B., Loftus, E.F., Weaver, C.. 1999. Psychology fifth edition. Mcgraw-Hill college.
0 komentar:
Posting Komentar