Teh Poci "Tegal" |
Sore-sore yang indah gini, enaknya kita nongkrong-nongkrong manjaa sambil minum dan nyemil nih.
Sembari kita ngobrol jarak jauh, yuks
kita bahas sedikit tentang per-teh-an.
Kalau kita pernah baca dan lihat film filosofi kopi, kita akan bahas sedikit
tentang daun hijau yang beraroma segar ini. Yuks come ... mari,
“Teh ini, khasiatnya apa?”
Pertanyaan ini selalu dan hampir selalu terlontar dari
seseorang yang kali pertama melihat teh tertentu.
Ya seperti
pertanyaan diatas, kebanyakan orang menganggap teh sebagai obat,
khasiatnya, sehingga seringkali mereka
bertanya, “ada tidak teh yang dapat menyembuhkan penyakit tertentu?”, ada pula
pertanyaan standar, “cara seduhnya gimana ini?” dsb.
Padahal
faktanya, minum teh mesti dibarengi dengan culture teh yang baik. Artinya minum
teh bukannya untuk sebagai minuman sakti yang membebaskan kita makan apa saja
dan melakukan apa saja yang sebenarnya tidak baik buat kesehatan. Seperti
mengkonsumsi lemak berlebihan, merokok, dan sebagainya.
Teh bukanlah Obat
Sebenarnya teh
bukanlah obat. Kalau teh itu ada manfaatnya secara ilmiah berdasarkan
penelitian benar adanya. Tetapi ada beberapa dilakukan percobaan invivo,
beberapa dengan hewan percobaan, sementara efek terhadap manusia beberapa
bersifat kasuistis dan personal. Jadi dimanapun itu, di Facebook, twitter atau
dimanapun, kalau ada yang mempromosikan teh tertentu atas khasiatnya , jangan
asal percaya dulu krayons.
Seperti pada
waktu itu, dalam acara Solo Festival, Profesor Gerard, seorang peneliti dari
Oxford University mempresentasikan hobi keleuarganya yang sama, yakni minum
teh. Diantara mereka sekeluarga hanya Profesor Gerard saja yang tidak mengalami
masalah dengan jantung, sedangkan keluarga lainnya semua bermasalah.
“Yang
membedakan adalah gaya hidup kami berbeda”, kata Prof Gerard. “Saya tidak
pernah makan Junkfood, tidak merokok dan rajin olah raga”
Kalau begitu
apa gunanya teh? Artinya tidak usah minum teh, kalau gaya hidup kita sehat
pasti sehat juga donk. Tentu saja.
Yups.. sederhananya seperti itu. Jadi minum teh bukanlah jaminan, bahwa hidup
kita akan sehat, selama tidak ada keseimbangan dalam gaya hidup kita.
“You don’t only became tea drinker, but you
should floow good tea culture”, begitu pesan advis Prof Gerard.
Minum teh
bukan sekedar tehnya atau khasiatnya lebih dari itu memiliki nilai filosofi
yang tinggi.
Filosofi
tea
Kalau kita
mengambil falsafah Chanoyu, upacara minum teh jepang, yang mengedepankan Wa,
artinya harmoni atau kesalarasan. Chanoyu, merupakan salah satu ritual yang sampai sekarang masih
dilestarikan di Jepang. Terdapat aturan dan etika yang harus dipatuhi pemilik
rumah maupun tamu yang diundang. Pada umumnya teh yang dibuat harus
memperhatikan 3 hal penting: tidak dengan gula, diminum dalam keadaan panas dan
tidak boleh ada kotoran sedikitpun atau harus steril. Chanoyu membutuhkan
waktu yang lama untuk mempelajarinya, bahkan bisa sampai bertahun-tahun.
Makanya tidak sembarang orang bisa jadi ahli chanoyu. Tamu yang
diundang pun secara formal harus mempelajari tata krama, kebiasaan, etika
meminum teh dan menikmati makanan kecil yang dihidangkan.
Kita singgung
sedikit tentang ”filosofi teh”
Filosofi teh
lebih banyak berkaitan dengan aksiologi, yaitu etika dan estetika.
Etika ini
sifatnya bisa universal, dan juga bisa kontenstual. Misalnya dalam upacara
minum teh jepang dikenal tata cara duduk formal yang disebut Seiza. Ini ada
juga di muslim yaitu duduk diantara sujud yang disunahkan dilakukan dng cara
Iqaa. Yaitu menyilangkan kanan diatas kaki kiri, dan pantat menduduki tumit.
Di Inggris,
cara memegang cangkir yang sopan adalah dengan 3 jari, sementara kelingking
dibiarkan mencuat. Di china makan menggunakan sumpit, yang tentunya dipegang
dengan 3 jari. Cara memegang Cucing (cup kecil), dengan satu tangan juga
dilakukan dengan 3 jari. Dalam islam ada juga sunnah nabi yang mengajarkan
makan dengan 3 jari.
Sedangkan
yang kontekstual terkadang malah berbenturan dengan etika budaya lain daerah,
Misalnya saja dalam upacara minum teh jepang, cara minum yang sopan adalah
dengan menyeruput keras sehingga berbunyi sebagai tanda penhormatan kepada tuan
rumah. Sedangkan secara umum, itu malah tidak sopan.
Lebih lanjut,
perkembangan teh dalam memberikan nilai-nilai filosofis, tidak lepas dari
perkembangan teh dari jaman ke jaman. Pertama kali ditemukan oleh Shennong kira-kira
hamper 3000 tahun sebellum masehi sebagai tanaman liar yang digunakan untuk
pengobatan. Baru pada tahun 50-an Masehi (berarti 3000 tahun kemudian), pohon
the dibudidayakan dan mulai diminum oleh para bangsawan.
Di Indonesia
sendiri secara kontekstual berkembang nilai-nilai filosofy dalam teh. Contohnya
teh poci dari tegal. Penggunaan gula batu sebagai pemanis disertai syarat tidak
boleh diaduk. Cukup dengan menggoyangkan cangkirnya saja. The pada awal yang
berasa pahit, diujung berasa manisnya. Makna dari filofohpy ini untuk
mendapatkan manisnya hidup tidak dapat diguankan cara instant. Menggoyang
cangkir ibarat sebuah usaha atau effort. Nah lewat usaha ini kita akan menadapatkan manisnya kehidupan.
Biar lebih mesra, yuks kenalan bentar
dengan beberapa jenis teh:
1.
Green Tea : Teh hijau dibuat dari daun teh dengan
cara dikukus. Untuk membuat teh hijau, daun teh segera dikeringkan dan
dipanaskan untuk mencegah daun terfermentasi. Teh hijau mengandung sekitar 25
miligram kafein per cangkir. Dan jenis teh ini lebih halus rasanya jika dibandingkan
dengan teh hitam. Green tea terdiri dari senyawa seperti katekin, kafein,
Theanine serta berbagai vitamin dan mineral.
2.
Teh Hitam : Jenis teh ini dibuat dari daun
tanaman camellia sinensis, yang digulung, difermentasi, kemudian dikeringkan
dan dihancurkan. Teh hitam mengandung kafein tertinggi dan memiliki rasa yang
sedikit pahit, yaitu sekitar 40 miligram kafein per cangkir.
3.
Teh Herbal : Secara teknis, teh herbal bukanlah
teh karena tidak dibuat dari daun tanaman Camellia sinensis. Teh herbal dibuat
dari daun, akar, biji, kulit kayu, dan bunga tanaman lain yang berkhasiat obat.
Teh ini tidak mengandung kafein sama
sekali, lebih cocok untuk anak-anak.
4.
Teh Putih : Teh putih terbuat dari segala jenis
teh teroksidasi. Secara proses sebenarnya teh putih dapat dikatakan sangat sederhana.
Petik kering lalu keringkan. Grade tertinggi white tea namanya silver needle.
Teh ini hanya dibuat dengan bahan pucuk teh yang masih kuncup. Grade ke dua
namanya White peony atau Pai Mutan. Teh dibuat dengan materi satu pucuk dan 2
daun. Sedangkan grade terendah white tea namanya Shomei. Ini terbuat dari
remahan daun, dan juga daun daun tua.
Yang menjadikan white tea
menjadi mahal karena memang jumlah pucuk teh Cuma sedikit. Dan semua lahan kebun
diproses menjadi white tea, karena akan mengganggu produktitivitas. Kandungan
utama di teh adalah katekin dan theanin.
Dimana katekin memiliki
khasiat untuk antioksidan dan theanine berfungsi sebagai neotransmiter dopamin
di otak, yang efeknya akan memberikan rasa relaks di otak.
Secara kontent, kandungan
kedua senyawa ini paling banyak ada di pucuk dan daun muda, termasuk juga
kafein. Kandungan ini akan berkurang seiiring dengan rangkaian proses produksi.
White tea, khususnya silver needle,
dpt dikatakan kandungan katekin paling tinggi dibanding dengan jenis teh lain.
5.
Flavored Tea : Teh Flavored dibuat dengan
menambahkan rempah-rempah, bunga, dan aroma, atau teh yang dibumbui. Banyak
tersedia dalam berbagai variasi, termasuk rasa blueberry, kayu manis, kulit
jeruk, dan lavender.
6.
Oolong Tea : Teh Oolong mirip dengan teh hitam,
dan difermentasi hanya dalam waktu singkat, sehingga memberikan rasa yang kuat
pada teh oolong. Teh oolong hijau memiliki kandungan kafein lebih rendah,
sementara teh oolongs hitam memiliki kandungan kafein yang lebih tinggi –
sekitar 30 miligram kafein per cangkir. Teh oolong memiliki antioksidan yang lebih
tinggi dari pada teh hijau.
Market Teh
Untuk penjualan teh sendiri (market
kelas), dapat kita bagi menjadi 3 bagian:
1.
Urban
Pop (minuman RTD, teh celup lokal, teh tubruk)
2.
Executive
moderate (teh merk twinning, Dilmah, beberapa merk teh lokal seperti merk saya
sendiri: laresolo, Oza, dll)
3.
Tea
Connouisseur (Non brand single origin, Marriages freres, TWG, Daman Freres)
Kalau di Solo
atau Depok, boleh mampir ke Teh Lare Solo dengan pemiliknya Pak Bambang sang
jatuh hati pada teh, terlebih teh racikan ibunya.
Sedang di
Jakarta pusat sendiri, salah satu tempat tea house yang mewah dan terkenal
adalah TWG di Grand Indonesia.
♥♥♥♥♥♥♥��������������
BalasHapus