:::: MENU ::::
  • Filosofi Tea

  • Diri Baru di Tahun yang baru (Sebuah refleksi akhir tahun)

  • Harga Diri, depresi hingga akhiri hidup dengan bunuh diri

Senin, 23 Juli 2018



 
Teh Poci "Tegal"


Sore-sore yang indah gini, enaknya kita nongkrong-nongkrong manjaa sambil minum dan nyemil nih.

Sembari kita ngobrol jarak jauh, yuks kita  bahas sedikit tentang per-teh-an. Kalau kita pernah baca dan lihat film filosofi kopi, kita akan bahas sedikit tentang daun hijau yang beraroma segar ini. Yuks come ... mari,

“Teh ini, khasiatnya apa?”
Pertanyaan ini  selalu dan hampir selalu terlontar dari seseorang yang kali pertama melihat teh tertentu.

Ya seperti pertanyaan diatas, kebanyakan orang menganggap teh sebagai obat, khasiatnya,  sehingga seringkali mereka bertanya, “ada tidak teh yang dapat menyembuhkan penyakit tertentu?”, ada pula pertanyaan standar, “cara seduhnya gimana ini?” dsb.
Padahal faktanya, minum teh mesti dibarengi dengan culture teh yang baik. Artinya minum teh bukannya untuk sebagai minuman sakti yang membebaskan kita makan apa saja dan melakukan apa saja yang sebenarnya tidak baik buat kesehatan. Seperti mengkonsumsi lemak berlebihan, merokok, dan sebagainya.

Teh bukanlah Obat
Sebenarnya teh bukanlah obat. Kalau teh itu ada manfaatnya secara ilmiah berdasarkan penelitian benar adanya. Tetapi ada beberapa dilakukan percobaan invivo, beberapa dengan hewan percobaan, sementara efek terhadap manusia beberapa bersifat kasuistis dan personal. Jadi dimanapun itu, di Facebook, twitter atau dimanapun, kalau ada yang mempromosikan teh tertentu atas khasiatnya , jangan asal percaya dulu krayons.

Seperti pada waktu itu, dalam acara Solo Festival, Profesor Gerard, seorang peneliti dari Oxford University mempresentasikan hobi keleuarganya yang sama, yakni minum teh. Diantara mereka sekeluarga hanya Profesor Gerard saja yang tidak mengalami masalah dengan jantung, sedangkan keluarga lainnya semua bermasalah.

“Yang membedakan adalah gaya hidup kami berbeda”, kata Prof Gerard. “Saya tidak pernah makan Junkfood, tidak merokok dan rajin olah raga”

Kalau begitu apa gunanya teh? Artinya tidak usah minum teh, kalau gaya hidup kita sehat pasti sehat juga donk.  Tentu saja. Yups.. sederhananya seperti itu. Jadi minum teh bukanlah jaminan, bahwa hidup kita akan sehat, selama tidak ada keseimbangan dalam gaya hidup kita.

You don’t only became tea drinker, but you should floow good tea culture”, begitu pesan advis Prof Gerard.

Minum teh bukan sekedar tehnya atau khasiatnya lebih dari itu memiliki nilai filosofi yang tinggi.

Filosofi tea
Kalau kita mengambil falsafah Chanoyu, upacara minum teh jepang, yang mengedepankan Wa, artinya harmoni atau kesalarasan.  Chanoyu, merupakan salah satu ritual yang sampai sekarang masih dilestarikan di Jepang. Terdapat aturan dan etika yang harus dipatuhi pemilik rumah maupun tamu yang diundang. Pada umumnya teh yang dibuat harus memperhatikan 3 hal penting: tidak dengan gula, diminum dalam keadaan panas dan tidak boleh ada kotoran sedikitpun atau harus steril. Chanoyu membutuhkan waktu yang lama untuk mempelajarinya, bahkan bisa sampai bertahun-tahun. Makanya tidak sembarang orang bisa jadi ahli chanoyu. Tamu yang diundang pun secara formal harus mempelajari tata krama, kebiasaan, etika meminum teh dan menikmati makanan kecil yang dihidangkan.

Kita singgung sedikit tentang ”filosofi teh”

Filosofi teh lebih banyak berkaitan dengan aksiologi, yaitu etika dan estetika.
Etika ini sifatnya bisa universal, dan juga bisa kontenstual. Misalnya dalam upacara minum teh jepang dikenal tata cara duduk formal yang disebut Seiza. Ini ada juga di muslim yaitu duduk diantara sujud yang disunahkan dilakukan dng cara Iqaa. Yaitu menyilangkan kanan diatas kaki kiri, dan pantat menduduki tumit.

Di Inggris, cara memegang cangkir yang sopan adalah dengan 3 jari, sementara kelingking dibiarkan mencuat. Di china makan menggunakan sumpit, yang tentunya dipegang dengan 3 jari. Cara memegang Cucing (cup kecil), dengan satu tangan juga dilakukan dengan 3 jari. Dalam islam ada juga sunnah nabi yang mengajarkan makan dengan 3 jari.

Sedangkan yang kontekstual terkadang malah berbenturan dengan etika budaya lain daerah, Misalnya saja dalam upacara minum teh jepang, cara minum yang sopan adalah dengan menyeruput keras sehingga berbunyi sebagai tanda penhormatan kepada tuan rumah. Sedangkan secara umum, itu malah tidak sopan.

Lebih lanjut, perkembangan teh dalam memberikan nilai-nilai filosofis, tidak lepas dari perkembangan teh dari jaman ke jaman. Pertama kali ditemukan oleh Shennong kira-kira hamper 3000 tahun sebellum masehi sebagai tanaman liar yang digunakan untuk pengobatan. Baru pada tahun 50-an Masehi (berarti 3000 tahun kemudian), pohon the dibudidayakan dan mulai diminum oleh para bangsawan.

Di Indonesia sendiri secara kontekstual berkembang nilai-nilai filosofy dalam teh. Contohnya teh poci dari tegal. Penggunaan gula batu sebagai pemanis disertai syarat tidak boleh diaduk. Cukup dengan menggoyangkan cangkirnya saja. The pada awal yang berasa pahit, diujung berasa manisnya. Makna dari filofohpy ini untuk mendapatkan manisnya hidup tidak dapat diguankan cara instant. Menggoyang cangkir ibarat sebuah usaha atau effort. Nah lewat usaha ini kita akan menadapatkan manisnya kehidupan.

Biar lebih mesra, yuks kenalan bentar dengan beberapa jenis teh:
1.   Green Tea : Teh hijau dibuat dari daun teh dengan cara dikukus. Untuk membuat teh hijau, daun teh segera dikeringkan dan dipanaskan untuk mencegah daun terfermentasi. Teh hijau mengandung sekitar 25 miligram kafein per cangkir. Dan jenis teh ini lebih halus rasanya jika dibandingkan dengan teh hitam. Green tea terdiri dari senyawa seperti katekin, kafein, Theanine serta berbagai vitamin dan mineral.
2.   Teh Hitam : Jenis teh ini dibuat dari daun tanaman camellia sinensis, yang digulung, difermentasi, kemudian dikeringkan dan dihancurkan. Teh hitam mengandung kafein tertinggi dan memiliki rasa yang sedikit pahit, yaitu sekitar 40 miligram kafein per cangkir.
3.   Teh Herbal : Secara teknis, teh herbal bukanlah teh karena tidak dibuat dari daun tanaman Camellia sinensis. Teh herbal dibuat dari daun, akar, biji, kulit kayu, dan bunga tanaman lain yang berkhasiat obat. Teh ini  tidak mengandung kafein sama sekali, lebih cocok untuk anak-anak.
4.   Teh Putih : Teh putih terbuat dari segala jenis teh teroksidasi. Secara proses sebenarnya teh putih dapat dikatakan sangat sederhana. Petik kering lalu keringkan. Grade tertinggi white tea namanya silver needle. Teh ini hanya dibuat dengan bahan pucuk teh yang masih kuncup. Grade ke dua namanya White peony atau Pai Mutan. Teh dibuat dengan materi satu pucuk dan 2 daun. Sedangkan grade terendah white tea namanya Shomei. Ini terbuat dari remahan daun, dan juga daun daun tua.
Yang menjadikan white tea menjadi mahal karena memang jumlah pucuk teh Cuma sedikit. Dan semua lahan kebun diproses menjadi white tea, karena akan mengganggu produktitivitas. Kandungan utama di teh adalah katekin dan theanin.
Dimana katekin memiliki khasiat untuk antioksidan dan theanine berfungsi sebagai neotransmiter dopamin di otak, yang efeknya akan memberikan rasa relaks di otak.
Secara kontent, kandungan kedua senyawa ini paling banyak ada di pucuk dan daun muda, termasuk juga kafein. Kandungan ini akan berkurang seiiring dengan rangkaian proses produksi. White tea, khususnya silver needle, dpt dikatakan kandungan katekin paling tinggi dibanding dengan jenis teh lain.
5.    Flavored Tea : Teh Flavored dibuat dengan menambahkan rempah-rempah, bunga, dan aroma, atau teh yang dibumbui. Banyak tersedia dalam berbagai variasi, termasuk rasa blueberry, kayu manis, kulit jeruk, dan lavender.
6.    Oolong Tea : Teh Oolong mirip dengan teh hitam, dan difermentasi hanya dalam waktu singkat, sehingga memberikan rasa yang kuat pada teh oolong. Teh oolong hijau memiliki kandungan kafein lebih rendah, sementara teh oolongs hitam memiliki kandungan kafein yang lebih tinggi – sekitar 30 miligram kafein per cangkir. Teh oolong memiliki antioksidan yang lebih tinggi dari pada teh hijau.

Market Teh
Untuk penjualan teh sendiri (market kelas), dapat kita bagi menjadi 3 bagian:
1.   Urban Pop (minuman RTD, teh celup lokal, teh tubruk)
2.   Executive moderate (teh merk twinning, Dilmah, beberapa merk teh lokal seperti merk saya sendiri:  laresolo, Oza, dll)
3.   Tea Connouisseur (Non brand single origin, Marriages freres, TWG, Daman Freres)

Kalau di Solo atau Depok, boleh mampir ke Teh Lare Solo dengan pemiliknya Pak Bambang sang jatuh hati pada teh, terlebih teh racikan ibunya.
Sedang di Jakarta pusat sendiri, salah satu tempat tea house yang mewah dan terkenal adalah TWG di Grand Indonesia.

1 komentar:

  1. ♥♥♥♥♥♥♥��������������

    BalasHapus

A call-to-action text Contact us