:::: MENU ::::
  • Filosofi Tea

  • Diri Baru di Tahun yang baru (Sebuah refleksi akhir tahun)

  • Harga Diri, depresi hingga akhiri hidup dengan bunuh diri

Rabu, 20 Desember 2017



Harga diri… Ia yang tidak tampak, tidak terlihat. Namun, kita rasakan. Kita bisa jadi bangga ketika kita mendapatkan penghargaan, prestasi bagus atau hal hal baik lainnya. Sebaliknya, kita bisa jadi merasa hina, sangat rendah diri, saat kita diperolok, melakukan kesalahan atau yang lain.

Rasa rasanya setuju jika harga diri adalah hal penting yang kita jaga bahkan ketika kita tidak memiliki harta. Ini dapat kita lihat pada prinsip hidup orang jepang yang lebih memilih untuk mengakhiri diri sendiri dengan cara seppuku ketika mereka merasa harga diri mereka telah hilang.

Seppuku atau lebih kita kenal dengan harakiri, dulunya hanya dilakukan oleh samurai di jepang dengan cara merobek perut dan mengeluarkan usus untuk memulihkan nama baik setelah kegagalan saat melaksanakan tugas dan/atau kesalahan untuk kepentingan rakyat. Bisa juga sebagai hukuman mati untuk samurai yang telah melakukan pelanggaran serius, atau dilakukan berdasarkan perbuatan lain yang memalukan.

Saat ini, bunuh diri dianggap sebagai solusi untuk lepas dari masalah berat yang menimpa diri. Perasaan dan kekuatan pikiran manusia memanglah ajaib, manusia bisa menjadi sangat kuat karena bahagia dan semangat pada suatu waktu dan diwaktu lain manusia bisa menjadi rendah merasa tak berguna hingga ingin mati.

Pada umumnya, seseorang tidak bunuh diri karena sedang dalam rasa sakit. Seseorang bunuh diri karena tidak mempercayai ada alasan baginya untuk tetap hidup dan menganggap dunia akan menjadi lebih baik tanpa kehadirannya.

Berkaitan dengan hal itu, ada beberapa hal yang perlu dipahami terkait pilihan bunuh diri seseorang. Diantaranya:

Tingkat Beban yang Dirasakan
Ketika seseorang merasa terlalu berat untuk menanggung beban, pemikiran bahwa lebih baik dirinya tidak ada lagi dalam kehidupan adalah jawaban yang tepat.


Rasa Sakit Emosional
Penderitaan yang dirasakan seseorang memiliki rasa sakit emosional yang beragam. Ketika merasa sudah tidak sanggup lagi menahan dan menghadapi rasa sakit emosional tersebut, maka rasanya mengakhiri kehidupan lebih baik daripada harus bertahan.
Melepaskan Diri dari Perasaan Negatif
Mereka memiliki pikiran daripada harus menjalani hidup yang dipenuhi dengan perasaan negatif, lebih baik melepaskannya dengan cara pergi dari kehidupan ini.
Mengubah Dunia Sosial
Ada seseorang yang merasa bermasalah dengan hubungan sosialnya. Kesulitan untuk berinteraksi dengan orang lain, merasa tidak percaya untuk berbagi kisah atas tekanan dan permasalahan yang dirasakan, ataupun terlalu sering berkonflik dengan orang lain dapat mendorong keinginan untuk bunuh diri. Ia merasa bahwa untuk mengubah dunia sosial yang dihadapinya dengan mengakhiri hidup. Dengan begitu, ia terbebas dari hubungan sosial yang rumit dan pelik.
Ketidakberdayaan
Seseorang merasa sudah tidak berharga lagi dalam kehidupan ini. Ia tidak lagi menemukan arti serta alasan untuk terus hidup. Bahkan, ia mempertanyakan, apa memang ada bukti kalau kehidupannya akan menjadi lebih baik?

Bukan Depresi Saja yang Bisa Menyebabkan Bunuh Diri

Seringkali, depresi diduga sebagai penyebab seseorang bunuh diri. Padahal, ada hal lain yang turut menjadi alasan untuk membunuh dirinya sendiri. Beberapa alasan seperti, rasa dengki, takut, benci, balas dendam, kesepian, serta kecewa dapat mendorong untuk bunuh diri. Selain itu, pandangan terhadap diri sebagai pribadi yang menjijikan serta merasa kehilangan identitas diri juga turut menjadi alasan seseorang bunuh diri.

Ketika kamu merasa tidak puas dengan kehidupan, terasingkan oleh orang lain, ataupun kehilangan sosok penting dalam kehidupan, mengakhiri kehidupan dirasa bisa menjadi pilihan yang tepat untuk pergi dari semua itu.

 

 

No Judgment

Jangan merasa lelah atau menilai negatif berita bunuh diri yang beredar. Pemberitaan yang ada bukan untuk dihakimi begitu saja, tetapi menjadi sebuah kisah yang mengajak orang-orang untuk bertindak.

Apa yang kamu lihat belum berarti sesungguhnya. Apa yang kamu perlihatkan terhadap orang lain juga bukan berarti sebenarnya. Manusia akan selalu hidup dalam sebuah topeng yang membuatnya nyaman dan memudahkan untuk berinteraksi dengan orang lain. Ketika topeng itu dibuka, belum tentu orang lain menerimanya dengan mudah dan hangat.

Hal inilah yang seringkali menjadi alasan seseorang takut untuk berbagi kisah sesungguhnya. Rasa pahit, sakit, resah, segala tekanan yang ada takut untuk dibuka dan dibagikan terhadap orang lain. Ini juga membuat kita mengerti kenapa ada orang yang lebih memilih menyendiri (introvert).

Bisa juga kamu memberikan respons secara tidak sadar yang membatasi seseorang itu untuk bercerita. Respons seperti, “Ah, itu mah biasa aja sih, gak berat.” “Kok kamu jadi lemah gini sih? Biasanya juga kamu kuat kok.”

Sejatinya meskipun manusia adalah makhluk individual, ia adalah makhluk sosial yang tetap membutuhkan orang lain. Berhentilah menghakimi diri sendiri dan orang lain terlalu keras. Jangan ukur setiap orang dengan kacamata diri kamu apalagi membandiungkannya dengan orang yang lainnya. Terimalah diri dan orang lain dengan segala lebih dan kurangnya, dengan semua suka dan dukanya.

Salam hangat kerbersamaan...


0 komentar:

Posting Komentar

A call-to-action text Contact us