:::: MENU ::::
  • Filosofi Tea

  • Diri Baru di Tahun yang baru (Sebuah refleksi akhir tahun)

  • Harga Diri, depresi hingga akhiri hidup dengan bunuh diri

Jumat, 02 Desember 2016



Assalamu’alaikum wr. wb.

Selamat siang, salah sejahtera bagi kita semuanya.

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur ke hadhirat tuhan Yang Maha Esa, karena atas perkenan-nya-lah, kita semua dapat hadir di sini untuk bersama-sama melaksanakan gathering pada hari ini.

Suatu kehormatan dan kebanggaan kami anggota Komunitas Boko dan para pendamping diundang oleh Yayasan CIQAL dalam kegiatan ini. Terimakasih atas kehadiran perwakilan dari APH, Pemerintah dan Dewan Masyarakat Umum penyandang Disabilitas serta ibu / bapak undangan yang lainnya pada acara Gathering ini. Di tengah berbagai kesibukan semuanya, betapa besar perhatian dan kepedulian kalian atas kehidupan para penyandang disabilitas termasuk masalah kekerasan yang mereka alami.

Pada kesempatan ini perkenankan pula saya menyampaikan terimakasih kepada peserta Gathering yang berjumlah 200 peserta yang mewakili semua lapisan masyarakat.
Hadirin yang saya hormati,

Menyadari betapa pentingnya arti kehidupan ini, betapa pentingnya kelengkapan fisik dan mental yang kita punya, dan juga betapa sulitnya menjalani kehidupan bagi si penyandang disabilitas. Di dunia ini, banyak sekali orang yang mengalami kecacatan. Baik merupakan cacat fisik maupun cacat mental. Ada yang tidak bisa mendengar (Tuna Rungu), tidak bisa melihat (Tuna Netra), ataupun yang tidak bisa berbicara (Tuna Wicara), dan masih banyak lagi yang tidak bisa saya paparkan satu persatu. Jadi, seharusnya kita perlu bersyukur kepada-Nya karena kita masih diberi kelengkapan, baik fisik maupun mental. Karena bisa saja terjadi sesuatu kepada kita yang menyebabkan kita kehilangan kaki atau tangan kita (Tuna Daksa).

Hidup ini tidak bisa ditebak, kadang di atas, kadang di bawah. Kadang senang kadang sedih. Kadang lengkap kadang pula kurang. Maka dari itu kita tidak boleh meremehkan apalagi menjauhi mereka yang menyandang cacat. Kita harus berusaha berempati kepada mereka. Coba kita bayangkan. Bagaimana kalau anak kita nanti mengalami keterbelakangan mental. Atau bayangkan saja jika kita sendiri yang mengalami kecacatan.

Bagaimana kalau terus dihina dan menyebabkan begitu terpukul. Begitu pula dengan penyandang cacat dia pasti akan sedih bila terus dihina dan dijauhi. Saya terkadang berfikir dengan mereka yang selalu memandang sebelah mata si penyandang cacat. Apakah mereka semua tidak puas melihat kekurangan para penyandang cacat? Atau mungkin mata hatinya sudah tertutup. Mereka yang menghina sebetulnya tidak lebih baik dari mereka yang dihina.

Saya lebih miris ketika mendengar kekerasan terjadi pada paradifabel. Jangan kan orang lain, masih sering kita jumpai pihak keluarga tidak merawat anggota keluarganya yang difabel secara manusiawi. Bahkan mereka cenderung malu dan menyembunyikan keluarga mereka yang menyandang difabel tersebut. Rasa aman, nyaman, perhatian dan kasih sayang yang seharusnya dinikmati semua anggota keluarga tidak diperoleh difabel. Namun perlakuan yang tidak manusiawi terhadap difabel dalam keluarga masih dianggap sebagai sesuatu yang wajar di masyarakat. Buktinya sampai saat ini belum ada keluarga yang memperlakukan difabel semena-mena dilaporkan ke pihak yang berwajib.

Padahal kekerasan yang dialami difabel sudah memenuhi unsur kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).Undang-undang No. 24/ 2003 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga  Pasal 1 (2) yang berbunyi “kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga”.
Bukankah membiarkan difabel dalam kondisi tanpa perawatan yang layak merupakan sebuah penelantaran yang dilakukan oleh anggota keluarga terhadap difabel? Bukankah kekerasan yang dialami oleh difabel merupakan sebuah bentuk pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap kemanusiaan karena difabel juga manusia?

Di lain sisi, sementara para difabel tengah bergulat melawan stigma diri dan stigma sosial, para pelaku kekerasan seksual mengambil kesempatan dari ketidakberdayaan mereka.Pandangan masyarakat terhadap perempuan difabel sebagai orang yang sakit, tidak memiliki harapan, tidak cakap, gila, aseksual dan tidak berdaya menjadi ruang bagi para pelaku kekerasan yang melihat difabel sebagai korban yang mudah diperdaya.

Perempuan penyandang disabilitas tuna rungu dan tuna grahita paling banyak menjadi korban kekerasan seksual  Perempuan tuna rungu tidak bisa berteriak dan sangat ketakutan ketika diancam untuk diam oleh pelaku. Sedangkan perempuan tuna grahita secara mental dan intelektual sulit membedakan antara eksploitasi dan kekerasan seksual dengan cinta. Pelaku pun merasa aman karena biasanya korban sulit untuk diajak berkomunikasi dengan baik. Keluarga korban juga masih sedikit yang paham tentang hukum sehingga seringkali kekerasan seksual yang terjadi pada para difabel diabaikan. Berapa banyak pelaporan tindak kejahatan yang dialami oleh difabel? Sedikit sekali bukan, bahkan hampir tidak ada.

Difabilitas menjadi kendala utama bagi seorang difabel. Dalam kasus difabel yang menjadi korban kekerasan tidak bisa mendapatkan keadilan karena sulitnya mendapatkan keterangan yang konsisten dari korban. Padahal korban merupakan salah satu saksi kunci pengungkapan kasus kekerasan seksual yang biasanya dilakukan di tempat yang sepi.

Kondisi korban dengan difabilitas mental seringkali membuat kasus yang dihadapinya berhenti begitu saja karena sulitnya mendapatkan keterangan dari korban. Hal ini merupakan sebuah bentuk diskriminasi yang dilakukan oleh kepolisian karena mereka tidak menyediakan pendamping yang paham tentang difabilitas untuk mendampingi korban. Padahal pendampingan khusus dari ahli dapat membantu polisi untuk mengungkap kesaksian korban

Meskipun beberapa undang-undang telah mengakomodir hak-hak difabel namun masih ada beberapa undang-undang dan peraturan yang masih diskriminatif sehingga memperlemah posisi difabel untuk mendapatkan keadilan. Belum ada pula undang undang terkait kekerasan seksual terhadap para difabel. Saya dan kita semuanya tentu mendukung sekali penyegeraan pegesyahan RUU Pencegahan Kekerasan seksual. Kita harus segera mengakhiri segala bentuk kekerasan seksual kepada siapa pun, dan di manapun.

Kita hentikan stigma terhadap para korban yang hanya membuat korban semakin menjadi korban. Tidak boleh ada yang ditutup-tutupi lagi. Membungkam korban, mengubur peristiwa kekerasan seksual, sama saja dengan membiarkan semakin banyak korban jatuh dan semakin banyak pelaku. Kekerasan seksual membunuh martabat kemanusiaan, menciptakan trauma dan masa depan yang gelap tidak hanya bagi korban dan keluarganya, tapi sesungguhnya bagi pelaku dan keluarga, serta lingkungannya.

Hari ini di berbagai belahan dunia, masyarakat internasional tengah bersama-sama merayakan Hari Disabilitas Internasional. Semoga ini menggugah kesadaran dunia, kesadaran kita semuanya akan pentingnya pemenuhan perlindungan dan penegakan hak penyandang disabilitas di berbagai sektor kehidupan. Semoga para penyandang disabilitas senantiasa bersemangat untuk lebih maju.

Dan kita sebagai manusia normal selalu memberikan dorongan, motivasi, dan kasih sayang kita kepada mereka. Pemerintah juga perlu kiranya segera membuat aksi nyata untuk membantu para difabel. Kita semua menyadari apa yang dilakukan warga masyarakat haruslah juga diimbangi dan diperkuat dengan kehadiran negara, salah satunya melalui hadirnya undang-undang. Harapannya, dengan semua itu, sayap yang patah bisa berangsur pulih, dan jagalah terus sayap tersebut agar ia terus bersinar. Jadi, sekarang Cacat Bukan Lagi Halangan. Cacat juga bukan alasan untuk dibedakan dan direndahkan.

Sekian pidato dari saya. Mohon maaf jika ada kata yang kurang berkenan di hadirin sekalian.

Wassalammualaikum warahmatullohi wabarokatuh.

Terima kasih.

0 komentar:

Posting Komentar

A call-to-action text Contact us