Doc. Pribadi, Bapak Selepas Membersihkan Kandang Kambing |
Keragaman
budaya indonesia sebanding dengan beragam mata pencaharian penduduknya. Kota
metropolitan seperti Jakarta dan Surabaya tumbuh sebagai kota industri dengan
rutinitas pegawai yang serba sibuk. Bertambah banyaknya sekolah dan Universitas
Negeri maupun Swasta membuat Yogyakarta dan Malang sebagai kota pendidikan.
Rata-rata penduduk yang bertempat tinggal di sekitar Universitas bersaing
membangun warung makan dan membuka toko-toko. Kota Batu mengepakkan sayap di
bidang pariwisata dengan memperbanyak jenis tempat pariwisata yang dimilikinya.
Hal ini turut menginspirasi penduduknya untuk membuka usaha baru berupa kawasan
kebun petik apel dan kebun petik jeruk.
Lain
halnya dengan Ngawi tempat saya tinggal. Kondisi geografis berupa pedesaan
dengan tanah pertanian subur yang luas membuat penduduknya memilih bekerja
sebagai petani. Kehidupan warga desa begitu tenang dan lengket dengan budaya guyup rukun lan tulung tinulung. Anak-anak
kecil yang dengan riangnya berlarian sambil mengulur benang layangan seusai
masa panen padi, obrolan-obrolan ringan dari para petani saat petang hari
berangkat ke sawah, juga tetesan bulir keringat dan derap langkah petani ketika
pulang serta masyarakat yang ramah dan saling sapa membuat saya selalu
merindukan kampung halaman.
Predikat keluarga petani lantas tak membuat
saya berkecil hati. Benar memang ekonomi kami masih belum berkecukupan. Ibuk
yang hanya mengurus rumah membuat Bapak harus bekerja lebih keras. Seringkali
saya merasa iba dengan aktivitas Bapak yang tiada henti. Tak mau mengandalkan
hasil panen padi, Bapak kadang menjual damen
(batang padi kering) hingga desa Biren perbatasan Bojonegoro sana. Tak
hanya itu, Bapak kadang juga mencoba memperoleh tambahan penghasilan dengan
bolak-balik membeli katul dan benih
kedelai untuk dijual kembali di rumah. Laba yang didapat tak sebanding dengan
capek yang Bapak rasa karena harus menyetir lama.
Doc. Pribadi, Ibu dan Vio Panen Kacang Panjang |
Ibukpun
sama sibuknya dengan Bapak. Segudang urusan rumah mulai dari masak, mencuci dan
menyapu beliau lakukan sendiri. Belum lagi ketika masa pergantian tanam dari
padi ke kedelai, agar tak kehilangan pembeli, Ibuk harus napeni benih kedelai (membersihkan kotoran benih kedelai dengan
menggunakan anyaman bambu berbentuk lingkaran) berkarung-karung. Sayangnya saya
tidak dapat banyak membantu meringankan beban mereka ketika tinggal di Malang
untuk melanjutkan kuliah.
Biaya
kuliah saya justru membuat mereka semakin bekerja ekstra. Meskipun saya
menerima beasiswa bidik misi ternyata biaya hidup yang diberikan belum mampu mencukupi.
Biaya hidup yang dijanjikan keluar tiap bulan malah nyatanya tersendat hingga tiga
atau bahkan enam bulan tak kunjung keluar. Hal ini membuat penerima beasiswa
seperti saya kelabakan. Gaji saya sebagai pelatih ekstra di salah satu sekolah
swasta, fee menjadi pemateri, uang
transport yang saya dapatkan dari PMI atau fee
hasil membantu dosen melakukan tes psikologi nyatanya belum mampu menutup
biaya hidup dan kuliah saya. Pada akhirnya saya harus merepotkan Bapak dan Ibuk
lagi dengan minta uang bulanan. Hal ini seringkali membuat saya meyesalkan
memilih kuliah dibanding bekerja.
Dulu
setelah lulus SMP Bapak ingin saya masuk SMK karena bisa langsung kerja
setelahnya. Sayangnya ego muda saya menolak masuk SMK karena merasa sekolah di
SMK kurang dipandang dan akhirnya memilih melanjutkan di SMA Favorit. Saya rasa
orangtua sempat kecewa namun mereka sama sekali tidak menunjukkan ekspresi
marah. Keduanya selalu hadir memberi dukungan dan membantu apapun yang saya
butuhkan. Keduanya terlihat senang ketika saya mengabarkan mendapat beasiswa
penuh untuk kuliah. “Kuliah seng bener
ben mbesok iso kerjo ngasil duwet seng akeh. Pengen e Bapak karo Ibuk kowe ora
urip susah ngene kiyi. Sopo ngerti awakmu iso ngangkat adhekmu pisan”.
Betapa tulus hati mereka. Tingginya amanah yang dititipkan membuat saya sadar
bahwa kuliah tidak boleh asal-asalan.
Rencana masa depan tak perlu muluk
Hidup
sebagai Mahasiswi kos-kosan membuat saya berangan memiliki satu rumah dekat
kampus untuk disewakan sebagai kos-kosan. Fasilitas yang disediakan sederhana
saja, kamar tidur dengan meja dan almari, wifi, kamar mandi bersama, tempat
mencuci piring dan baju, dapur mini tanpa perabot, kulkas serta ruang kumpul
dan hiburan dengan TV. Dilengkapi pula parkir yang cukup luas karena kebanyakan
anak kuliah menggunakan sepeda motor untuk mobile.
Uang sewa tak perlu mahal, dibuat sepantasnya dengan fasilitas yang didapatkan.
Laba tak perlu banyak yang penting setiap kamar ada yang menempati sehingga
uang bulanan pembayaran lancar didapatkan.
Investasi
lain berjangka panjang adalah dengan menanam pohon jati di kampung halaman saya.
Lahan di desa tidak semahal di kota, tanah yang ada jauh lebih subur dibanding
daerah industri perkotaan. Bibitpun mudah didapat dari penjual bibt keliling di
depan rumah. Lagipula penanaman pohon bisa menghijaukan bumi yang mulai memutih
dengan banyaknya bangunan bertingkat dan efek global warming serta efek rumah kaca yang diakibatkannya.
Keuntungan
lain adalah biaya perawatan pohon jati tidaklah banyak, hanya saja membutuhkan
penantian agak lama untuk mendapatkan hasil penjualan dari kayu yang sudah
besar. Ketika pohon jati belum membentuk kanopi,
lahan bisa dimanfaatkan dengan sistem tanam tumpang sari. Satu lahan untuk
beberapa tanaman. Seperti yang saya lihat di Kediri ketika melakukan perjalanan
guna mengikuti apel kesiap-siagaan bencana bersama Pak Jusuf Kalla dan relawan
PMI sekitar kediri, masyarakat setempat melakukan tumpangsari dengan menanam
kacang tanah, nanas dan pohon jati dalam satu lahan.
Di
daerah yang masih kesulitan transportasi, saya ingin membuka transportasi umum
untuk menghubungkan mereka dari satu tempat ke tempat lain. Mempekerjakan
penduduk setempat sebagai pengelola dan supir transportasi umum tadi. Atau
sekedar mengajarkan keterampilan dan membukakan usaha untuk orang-orang
keterbelakangan mental di Ponorogo atau tempat tertinggal lain. Mencoba membuat
kehidupan mereka lebih bermakna dengan melakukan aktivitas yang menghasilkan
rupiah untuk diri mereka sendiri.
Masa depan tak kelihatan, namun penentunya
adalah saya di masa sekarang
Berbekal
restu dan amanah saya transisi sejauh ratusan kilometer ke kota Malang. Tak
sekedar menimba ilmu di bangku kuliah tapi juga menjarah pengalaman dengan
aktif di beberapa organisasi seperti Korps Sukarela (KSR), Koperasi Mahasiswa
(KOPMA), Mahasiswa Peneliti dan Penulis Produktif (MP3) serta Urban Search and Rescue Palang Merah
Indonesia (USAR PMI). Niat saya adalah menjadi pandai dengan pengetahuan dan
mempunyai setumpuk pengalaman dan mendapat link
lewat organisasi. Semakin banyak organisasi dan orang yang saya kenal,
semakin banyak ilmu yang mampu saya timba.
Kebanggaan
tersendiri ketika keinginan mampu saya buktikan dengan cukup berprestasinya
saya di Fakultas. Senang rasanya bisa menjadi juara I dalam lomba cerdas cermat
keilmuan psikologi se-Malang raya. Mendapatkan kesempatan pula menjadi
Mahasiswa Berprestasi tingkat III Fakultas. Belajar bisnis dengan belajar dan
pengembangan kreativitas di Koperasi Mahasiswa. Dalam organisasi sekarang sudah
tidak lagi dipandang sebagai anggota biasa melainkan beberapa kali ditunjuk
sebagai sterring comitte (SC) yang
membimbing kepanitiaan tertentu. Di masyarakat, saya turut berbagi ilmu tentang
kepalangmerahan dan UKS pada siswa SD, SMP, SMA/SMK dan Mahasiswa serta memberi
pelatihan kepada beberapa guru.
Dini
hari pukul 01.30, ikut serta sebagai tim reaksi cepat dalam penyelamatan erupsi
gunung kelud. Melakukan pertolongan, melakuan evakuasi ke posko, pendataan
pengungsi, mendistribusikan makanan dan bantuan lain, membantu menemukan
keluarga yang terpisah (Restoring Family
Link [RFL]), serta mencoba menghilangkan stres pada anak-anak korban erupsi
(Psychological Support Program [PSP]).
Di Panti Sosial Petirahan Anak (PSPA) Bima Sakti Batu mendapat pengalaman membantu
rehabilitasi anak-anak SD bermasalah dari Kabupaten Bondowoso dan Kota Blitar.
Mengajar anak autis di Pusat Layanan Autis (PLA) Kota Malang serta turut
membantu Dosen dalam pelaksanaan test psikologi di sekolah.
Saya
berharap semester 8 ini adalah semester terakhir saya. Sekarang sedang
penantian acc ujian skripsi dari
dosen pembimbing. Harapannya akhir April ujian, Mei revisi jika ada kesalahan,
kemudian wisuda dan melanjutkan pendidikan dengan mencari beasiswa atau bekerja
dengan keharusan gaji pokok minimal Rp 3.000.000,-/bulan. Besar keinginan untuk
membantu perekonomian Bapak dan Ibuk.
Belajar
sambil mengumpulkan rejeki guna memperbaiki rumah kecil kami yang masih
berdindingkan kayu dan berlantaikan tanah. Memberi cukup istirahat untuk kedua
orang tua yang semakin hari semakin bertambah usia. Keduanya memang tak pernah
mengeluh lelah dan meminta pijat, tapi sungguh mengingat beratnya tugas mereka
membuat saya miris dan ingin segera berpenghasilan sendiri. Dilema yang saya
temui adalah keinginan hati pula untuk mengembangkan kemampuan lewat studi
lanjut di S-2. Belajar bisnis dan menerapkan ilmunya untuk mendulang rupiah
tanpa mengurangi bakti saya pada orang tua serta kepedulian sosial dan kepedulian
lingkungan yang saya miliki. Maka dari itu saya ingin kuliah sambil bekerja.
Ingin sekali menjadi orang sukses.
Asa dan tindakan nyata di MM Prasetiya Mulya
Ketika orang
lain mencibir dengan perkataan “kamu bisa apa” dengan mendasarkan diri pada
“kamu bukan anak siapa-siapa”, dua frasa ini kemudian menjadi racun yang
membangkitkan semangat saya untuk maju. Orang desa bukan berarti tak punya kemampuan.
Saya mau dan bisa belajar. Tak segan mencoba dan takut akan kegagalan. Sekali
jatuh bukan lantas berjalan ngesot untuk
sampai tujuan melainkan berdiri tambah kokoh dengan belajar dari kesalahan.
Saya tahu
peluang untuk mendapatkan beasiswa di MM Prasetiya Mulya tidaklah sebesar
keinginan saya untuk diterima. Bersaing ketat dengan finalis dari ufuk barat
hingga ufuk timur Indonesia. Berkompetisi dengan 30 finalis guna mendapatkan
beasiswa untuk melanjutkan pendidikan di MM Prsetiya Mulya. Namun bila asa
hanya sebatas harap tanpa usaha, penyesalan akan menghampiri di akhir setelah
keputusan. Maka dari itu meski belum lulus saya beranikan mencoba mengikuti
Bizcamp challenge.
Surat
keterangan tidak mampu yang harusnya disahkan tahun 2014, saya kirimkan surat
serupa dengan pengesahan tahun 2010 yang dulunya saya gunakan pendaftaran
beasiswa bidik misi. Saya tetap maju ke
tahapan selanjutnya dengan pengusahaan persyaratan semaksimal yang saya mampu
karena kesibukan pengerjaan skripsi, bimbingan dan tugas organisasi. Awalnya
mau minta tolong orangtua untuk membuatnya di kelurahan desa, hanya saja malu
rasanya setua ini masih minta bantuan ke mereka terus-terusan. Kasihan juga
kedua orang tua yang dengan kesibukannya harus wira-wiri dan mengirim via pos yang mereka bahkan tak tahu
bagaimana caranya. Terlebih jika minta kirim via scan di email pribadi saya,
keduanya bahkan tidak paham apa itu komputer dan bagaimana car menggunakannya.
Besar
harapan untuk bisa melanjutkan ke tahapan selanjutnya. Saya tahun benar MM
Prasetiya Mulya tidak hanya memberikan janji mulia seperti arti namanya namun
lebih dari itu. MM Prasetiya Mulya mewadahi pendidikan dan pembekalan pelatihan
di bidang bisnis dan manajemen. Menciptakan pebisnis yang tidak hanya berfokus
pada aspek keuntungan melainkan juga berpikir tentang aspek lingkungan dan
dampak positif terhadap kehidupan masyarakat. Metode pengajaran yang diberikan
juga sangat aplikatif.
Jika dulu di
KOPMA saya belajar berbisnis dan kreatifitas, di MP3 saya belajar melakukan
penelitian dan karya illmiah, di KSR saya belajar mengenai kepemimpinan dan
kerjasama serta di USAR PMI saya belajar mencintai lingkungan dan mengembangkan
jiwa sosial, di MM Prasetiya Mulya ini saya ingin memadumadankan banyak hal
tersebut. Bersama MM Prasetiya Mulya saya hendak mencetak diri menjadi calon
pemimpin bisnis yang memiliki karakter kuat. Arif bijaksana, berdedikasi
tinggi, mengertian kemauan karyawan dan komsumen, serta mampu membuat bussines plan yang benar serta
merealisasikannya guna pembukaan lapangan kerja baru. Peduli terhadap
lingkungan dan sosial kemasyarakatan.
Kemampuan
didapatkan dari bakat sedang keahlian (hal yang jauh lebih penting) diperoleh
dari pembelajaran berulang dan pengalaman. Karenanya ketika nanti saya menjadi
penerima beasiswa ini saya hendak mengoptimalkan kemampuan saya dengan belajar
sungguh-sungguh. Pengajar profesional yang telah ditetapkan pastilah akan
memudahkan saya dalam menjadi pebisnis berkarakter kuat. Terlebih lagi saya
dibekali dengan keterampilan khusus seperti menulis laporan efektif, tehnik
presentasi, keterampilan komunikasi dalam bahasa inggris, sisdur dalam
organisasi dan etika bisnis yang akan
memberikan nilai tambah
kepada saya dalam meniti karier di dunia bisnis.
Saat sudah menjadi mahasiswa
saya tak ingin begitu saja merasa puas dengan segudang pengetahuan yang saya
peroleh, saya ingin terjun ke lapangan melihat para masyarakat jakarta
menjalani bisnis mereka masing-masing. Bisnis bukan hal yang selalu diperoleh
dari gedung bertingkat berlapis kaca, melainkan juga pebisnis kaki lima di
pinggiran jalan dan pasar tradisional. Dari ilmu yang saya dapatkan di MM
Prasetiya Mulya saya hendak menganalisa bisnis para kaum ekonomi lemah.
Karena saya berasal dari S-1 Psikologi, dan nantinya lulusan
S-2 di bidang bisnis saya berkeinginan untuk bergabung di Career Development
Center (CDC) Prasetiya Mulya guna membantu mahasiswa dalam mengidentifikasi dan
mengembangkan tujuan karier serta mempersiapkan diri mahasiswa secara lebih
baik. Menggandeng perusahaan-perusahaan terbaik dalam bekerjasama melaksanakan
rancangan kegiatan CDC. Di samping itu saya juga masih berkeinginan untuk
mewujudkan mimpi sederhana saya memiliki rumah kos-kosan di area dekat kampus
dan memiliki kebun jati di kampung halaman. Keinginan terbesar setelah lulus
adalah meringankan beban kerja orang tua dan mencukupi ekonomi dan memfasilitasi
kesehatan untuk mereka. Memperbaiki rumah agar mereka lebih nyaman dalam
tinggal di rumah kecil kami.
Sebagaimana
dikatakan A. Fuadi dalam karangannya “di
antara kerja keras dengan kesuksesan itu terdapat jarak, jaraknya bisa 1 detik
tapi juga bertahun-tahun, maka kuncinya adalah sabar”. Sabar dalam berbuat
kebaikan, sabar dalam perjuangan mencapai perubahan. Saya ingin memperlihatkan
pada khalayak umum bahwa muda tak harus menggantungkan tangan pada orang tua,
menyalahkan nasib dan mengeluh tiada henti. Percaya akan kemampuan diri
sendiri, mau mencoba dan senantiasa berusaha tanpa putus untaian do’a menjadi
pokok karakter sukses yang harus dimiliki. Karena perubahan besar esok hari
harus dimulai dengan langkah kecil hari ini, maka mulai hari ini harusnya saya
melakukan hal-hal yang terbaik.
Saya mungkin
bukan artis, yang menurut klaim kebanyakan orang adalah public figure, yang setiap gerak-geriknya akan
dicontoh oleh masyarakat. Tapi saya adalah walking
figure yang kemanapun
saya berjalan akan bersinggungan dengan orang lain yang berarti saya lebih
memiliki potensi sama besarnya untuk menginspirasi orang lain. Semoga masyarakat
yang pesimis mendapatkan optimisme mereka kembali melalui saya. Senang sekali
hati ini bila bisa menginspirasi apalagi bermanfaat bagi orang lain dengan
membuka lapangan kerja baru.
0 komentar:
Posting Komentar