:::: MENU ::::
  • Filosofi Tea

  • Diri Baru di Tahun yang baru (Sebuah refleksi akhir tahun)

  • Harga Diri, depresi hingga akhiri hidup dengan bunuh diri

Minggu, 18 Mei 2014




Doc. Pribadi, Bapak Selepas Membersihkan Kandang Kambing


Keragaman budaya indonesia sebanding dengan beragam mata pencaharian penduduknya. Kota metropolitan seperti Jakarta dan Surabaya tumbuh sebagai kota industri dengan rutinitas pegawai yang serba sibuk. Bertambah banyaknya sekolah dan Universitas Negeri maupun Swasta membuat Yogyakarta dan Malang sebagai kota pendidikan. Rata-rata penduduk yang bertempat tinggal di sekitar Universitas bersaing membangun warung makan dan membuka toko-toko. Kota Batu mengepakkan sayap di bidang pariwisata dengan memperbanyak jenis tempat pariwisata yang dimilikinya. Hal ini turut menginspirasi penduduknya untuk membuka usaha baru berupa kawasan kebun petik apel dan kebun petik jeruk.



Lain halnya dengan Ngawi tempat saya tinggal. Kondisi geografis berupa pedesaan dengan tanah pertanian subur yang luas membuat penduduknya memilih bekerja sebagai petani. Kehidupan warga desa begitu tenang dan lengket dengan budaya guyup rukun lan tulung tinulung. Anak-anak kecil yang dengan riangnya berlarian sambil mengulur benang layangan seusai masa panen padi, obrolan-obrolan ringan dari para petani saat petang hari berangkat ke sawah, juga tetesan bulir keringat dan derap langkah petani ketika pulang serta masyarakat yang ramah dan saling sapa membuat saya selalu merindukan kampung halaman.



 Predikat keluarga petani lantas tak membuat saya berkecil hati. Benar memang ekonomi kami masih belum berkecukupan. Ibuk yang hanya mengurus rumah membuat Bapak harus bekerja lebih keras. Seringkali saya merasa iba dengan aktivitas Bapak yang tiada henti. Tak mau mengandalkan hasil panen padi, Bapak kadang menjual damen (batang padi kering) hingga desa Biren perbatasan Bojonegoro sana. Tak hanya itu, Bapak kadang juga mencoba memperoleh tambahan penghasilan dengan bolak-balik membeli katul dan benih kedelai untuk dijual kembali di rumah. Laba yang didapat tak sebanding dengan capek yang Bapak rasa karena harus menyetir lama.



Doc. Pribadi, Ibu dan Vio Panen Kacang Panjang
Ibukpun sama sibuknya dengan Bapak. Segudang urusan rumah mulai dari masak, mencuci dan menyapu beliau lakukan sendiri. Belum lagi ketika masa pergantian tanam dari padi ke kedelai, agar tak kehilangan pembeli, Ibuk harus napeni benih kedelai (membersihkan kotoran benih kedelai dengan menggunakan anyaman bambu berbentuk lingkaran) berkarung-karung. Sayangnya saya tidak dapat banyak membantu meringankan beban mereka ketika tinggal di Malang untuk melanjutkan kuliah.



Biaya kuliah saya justru membuat mereka semakin bekerja ekstra. Meskipun saya menerima beasiswa bidik misi ternyata biaya hidup yang diberikan belum mampu mencukupi. Biaya hidup yang dijanjikan keluar tiap bulan malah nyatanya tersendat hingga tiga atau bahkan enam bulan tak kunjung keluar. Hal ini membuat penerima beasiswa seperti saya kelabakan. Gaji saya sebagai pelatih ekstra di salah satu sekolah swasta, fee menjadi pemateri, uang transport yang saya dapatkan dari PMI atau fee hasil membantu dosen melakukan tes psikologi nyatanya belum mampu menutup biaya hidup dan kuliah saya. Pada akhirnya saya harus merepotkan Bapak dan Ibuk lagi dengan minta uang bulanan. Hal ini seringkali membuat saya meyesalkan memilih kuliah dibanding bekerja.



Dulu setelah lulus SMP Bapak ingin saya masuk SMK karena bisa langsung kerja setelahnya. Sayangnya ego muda saya menolak masuk SMK karena merasa sekolah di SMK kurang dipandang dan akhirnya memilih melanjutkan di SMA Favorit. Saya rasa orangtua sempat kecewa namun mereka sama sekali tidak menunjukkan ekspresi marah. Keduanya selalu hadir memberi dukungan dan membantu apapun yang saya butuhkan. Keduanya terlihat senang ketika saya mengabarkan mendapat beasiswa penuh untuk kuliah. “Kuliah seng bener ben mbesok iso kerjo ngasil duwet seng akeh. Pengen e Bapak karo Ibuk kowe ora urip susah ngene kiyi. Sopo ngerti awakmu iso ngangkat adhekmu pisan”. Betapa tulus hati mereka. Tingginya amanah yang dititipkan membuat saya sadar bahwa kuliah tidak boleh asal-asalan.



Rencana masa depan tak perlu muluk

Hidup sebagai Mahasiswi kos-kosan membuat saya berangan memiliki satu rumah dekat kampus untuk disewakan sebagai kos-kosan. Fasilitas yang disediakan sederhana saja, kamar tidur dengan meja dan almari, wifi, kamar mandi bersama, tempat mencuci piring dan baju, dapur mini tanpa perabot, kulkas serta ruang kumpul dan hiburan dengan TV. Dilengkapi pula parkir yang cukup luas karena kebanyakan anak kuliah menggunakan sepeda motor untuk mobile. Uang sewa tak perlu mahal, dibuat sepantasnya dengan fasilitas yang didapatkan. Laba tak perlu banyak yang penting setiap kamar ada yang menempati sehingga uang bulanan pembayaran lancar didapatkan.


Investasi lain berjangka panjang adalah dengan menanam pohon jati di kampung halaman saya. Lahan di desa tidak semahal di kota, tanah yang ada jauh lebih subur dibanding daerah industri perkotaan. Bibitpun mudah didapat dari penjual bibt keliling di depan rumah. Lagipula penanaman pohon bisa menghijaukan bumi yang mulai memutih dengan banyaknya bangunan bertingkat dan efek global warming serta efek rumah kaca yang diakibatkannya.



Keuntungan lain adalah biaya perawatan pohon jati tidaklah banyak, hanya saja membutuhkan penantian agak lama untuk mendapatkan hasil penjualan dari kayu yang sudah besar. Ketika pohon jati belum membentuk kanopi, lahan bisa dimanfaatkan dengan sistem tanam tumpang sari. Satu lahan untuk beberapa tanaman. Seperti yang saya lihat di Kediri ketika melakukan perjalanan guna mengikuti apel kesiap-siagaan bencana bersama Pak Jusuf Kalla dan relawan PMI sekitar kediri, masyarakat setempat melakukan tumpangsari dengan menanam kacang tanah, nanas dan pohon jati dalam satu lahan.



Di daerah yang masih kesulitan transportasi, saya ingin membuka transportasi umum untuk menghubungkan mereka dari satu tempat ke tempat lain. Mempekerjakan penduduk setempat sebagai pengelola dan supir transportasi umum tadi. Atau sekedar mengajarkan keterampilan dan membukakan usaha untuk orang-orang keterbelakangan mental di Ponorogo atau tempat tertinggal lain. Mencoba membuat kehidupan mereka lebih bermakna dengan melakukan aktivitas yang menghasilkan rupiah untuk diri mereka sendiri.



Masa depan tak kelihatan, namun penentunya adalah saya di masa sekarang

Berbekal restu dan amanah saya transisi sejauh ratusan kilometer ke kota Malang. Tak sekedar menimba ilmu di bangku kuliah tapi juga menjarah pengalaman dengan aktif di beberapa organisasi seperti Korps Sukarela (KSR), Koperasi Mahasiswa (KOPMA), Mahasiswa Peneliti dan Penulis Produktif (MP3) serta Urban Search and Rescue Palang Merah Indonesia (USAR PMI). Niat saya adalah menjadi pandai dengan pengetahuan dan mempunyai setumpuk pengalaman dan mendapat link lewat organisasi. Semakin banyak organisasi dan orang yang saya kenal, semakin banyak ilmu yang mampu saya timba.



Kebanggaan tersendiri ketika keinginan mampu saya buktikan dengan cukup berprestasinya saya di Fakultas. Senang rasanya bisa menjadi juara I dalam lomba cerdas cermat keilmuan psikologi se-Malang raya. Mendapatkan kesempatan pula menjadi Mahasiswa Berprestasi tingkat III Fakultas. Belajar bisnis dengan belajar dan pengembangan kreativitas di Koperasi Mahasiswa. Dalam organisasi sekarang sudah tidak lagi dipandang sebagai anggota biasa melainkan beberapa kali ditunjuk sebagai sterring comitte (SC) yang membimbing kepanitiaan tertentu. Di masyarakat, saya turut berbagi ilmu tentang kepalangmerahan dan UKS pada siswa SD, SMP, SMA/SMK dan Mahasiswa serta memberi pelatihan kepada beberapa guru.



Dini hari pukul 01.30, ikut serta sebagai tim reaksi cepat dalam penyelamatan erupsi gunung kelud. Melakukan pertolongan, melakuan evakuasi ke posko, pendataan pengungsi, mendistribusikan makanan dan bantuan lain, membantu menemukan keluarga yang terpisah (Restoring Family Link [RFL]), serta mencoba menghilangkan stres pada anak-anak korban erupsi (Psychological Support Program [PSP]). Di Panti Sosial Petirahan Anak (PSPA) Bima Sakti Batu mendapat pengalaman membantu rehabilitasi anak-anak SD bermasalah dari Kabupaten Bondowoso dan Kota Blitar. Mengajar anak autis di Pusat Layanan Autis (PLA) Kota Malang serta turut membantu Dosen dalam pelaksanaan test psikologi di sekolah.



Saya berharap semester 8 ini adalah semester terakhir saya. Sekarang sedang penantian acc ujian skripsi dari dosen pembimbing. Harapannya akhir April ujian, Mei revisi jika ada kesalahan, kemudian wisuda dan melanjutkan pendidikan dengan mencari beasiswa atau bekerja dengan keharusan gaji pokok minimal Rp 3.000.000,-/bulan. Besar keinginan untuk membantu perekonomian Bapak dan Ibuk.



Belajar sambil mengumpulkan rejeki guna memperbaiki rumah kecil kami yang masih berdindingkan kayu dan berlantaikan tanah. Memberi cukup istirahat untuk kedua orang tua yang semakin hari semakin bertambah usia. Keduanya memang tak pernah mengeluh lelah dan meminta pijat, tapi sungguh mengingat beratnya tugas mereka membuat saya miris dan ingin segera berpenghasilan sendiri. Dilema yang saya temui adalah keinginan hati pula untuk mengembangkan kemampuan lewat studi lanjut di S-2. Belajar bisnis dan menerapkan ilmunya untuk mendulang rupiah tanpa mengurangi bakti saya pada orang tua serta kepedulian sosial dan kepedulian lingkungan yang saya miliki. Maka dari itu saya ingin kuliah sambil bekerja. Ingin sekali menjadi orang sukses.



Asa dan tindakan nyata di MM Prasetiya Mulya

Ketika orang lain mencibir dengan perkataan “kamu bisa apa” dengan mendasarkan diri pada “kamu bukan anak siapa-siapa”, dua frasa ini kemudian menjadi racun yang membangkitkan semangat saya untuk maju. Orang desa bukan berarti tak punya kemampuan. Saya mau dan bisa belajar. Tak segan mencoba dan takut akan kegagalan. Sekali jatuh bukan lantas berjalan ngesot untuk sampai tujuan melainkan berdiri tambah kokoh dengan belajar dari kesalahan.



Saya tahu peluang untuk mendapatkan beasiswa di MM Prasetiya Mulya tidaklah sebesar keinginan saya untuk diterima. Bersaing ketat dengan finalis dari ufuk barat hingga ufuk timur Indonesia. Berkompetisi dengan 30 finalis guna mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikan di MM Prsetiya Mulya. Namun bila asa hanya sebatas harap tanpa usaha, penyesalan akan menghampiri di akhir setelah keputusan. Maka dari itu meski belum lulus saya beranikan mencoba mengikuti Bizcamp challenge.



Surat keterangan tidak mampu yang harusnya disahkan tahun 2014, saya kirimkan surat serupa dengan pengesahan tahun 2010 yang dulunya saya gunakan pendaftaran beasiswa bidik misi.  Saya tetap maju ke tahapan selanjutnya dengan pengusahaan persyaratan semaksimal yang saya mampu karena kesibukan pengerjaan skripsi, bimbingan dan tugas organisasi. Awalnya mau minta tolong orangtua untuk membuatnya di kelurahan desa, hanya saja malu rasanya setua ini masih minta bantuan ke mereka terus-terusan. Kasihan juga kedua orang tua yang dengan kesibukannya harus wira-wiri dan mengirim via pos yang mereka bahkan tak tahu bagaimana caranya. Terlebih jika minta kirim via scan di email pribadi saya, keduanya bahkan tidak paham apa itu komputer dan bagaimana car menggunakannya.



Besar harapan untuk bisa melanjutkan ke tahapan selanjutnya. Saya tahun benar MM Prasetiya Mulya tidak hanya memberikan janji mulia seperti arti namanya namun lebih dari itu. MM Prasetiya Mulya mewadahi pendidikan dan pembekalan pelatihan di bidang bisnis dan manajemen. Menciptakan pebisnis yang tidak hanya berfokus pada aspek keuntungan melainkan juga berpikir tentang aspek lingkungan dan dampak positif terhadap kehidupan masyarakat. Metode pengajaran yang diberikan juga sangat aplikatif.



Jika dulu di KOPMA saya belajar berbisnis dan kreatifitas, di MP3 saya belajar melakukan penelitian dan karya illmiah, di KSR saya belajar mengenai kepemimpinan dan kerjasama serta di USAR PMI saya belajar mencintai lingkungan dan mengembangkan jiwa sosial, di MM Prasetiya Mulya ini saya ingin memadumadankan banyak hal tersebut. Bersama MM Prasetiya Mulya saya hendak mencetak diri menjadi calon pemimpin bisnis yang memiliki karakter kuat. Arif bijaksana, berdedikasi tinggi, mengertian kemauan karyawan dan komsumen, serta mampu membuat bussines plan yang benar serta merealisasikannya guna pembukaan lapangan kerja baru. Peduli terhadap lingkungan dan sosial kemasyarakatan.



Kemampuan didapatkan dari bakat sedang keahlian (hal yang jauh lebih penting) diperoleh dari pembelajaran berulang dan pengalaman. Karenanya ketika nanti saya menjadi penerima beasiswa ini saya hendak mengoptimalkan kemampuan saya dengan belajar sungguh-sungguh. Pengajar profesional yang telah ditetapkan pastilah akan memudahkan saya dalam menjadi pebisnis berkarakter kuat. Terlebih lagi saya dibekali dengan keterampilan khusus seperti menulis laporan efektif, tehnik presentasi, keterampilan komunikasi dalam bahasa inggris, sisdur dalam organisasi dan etika bisnis  yang akan memberikan nilai tambah kepada saya dalam meniti karier di dunia bisnis.



Saat sudah menjadi mahasiswa saya tak ingin begitu saja merasa puas dengan segudang pengetahuan yang saya peroleh, saya ingin terjun ke lapangan melihat para masyarakat jakarta menjalani bisnis mereka masing-masing. Bisnis bukan hal yang selalu diperoleh dari gedung bertingkat berlapis kaca, melainkan juga pebisnis kaki lima di pinggiran jalan dan pasar tradisional. Dari ilmu yang saya dapatkan di MM Prasetiya Mulya saya hendak menganalisa bisnis para kaum ekonomi lemah.



Karena saya berasal dari S-1 Psikologi, dan nantinya lulusan S-2 di bidang bisnis saya berkeinginan untuk bergabung di Career Development Center (CDC) Prasetiya Mulya guna membantu mahasiswa dalam mengidentifikasi dan mengembangkan tujuan karier serta mempersiapkan diri mahasiswa secara lebih baik. Menggandeng perusahaan-perusahaan terbaik dalam bekerjasama melaksanakan rancangan kegiatan CDC. Di samping itu saya juga masih berkeinginan untuk mewujudkan mimpi sederhana saya memiliki rumah kos-kosan di area dekat kampus dan memiliki kebun jati di kampung halaman. Keinginan terbesar setelah lulus adalah meringankan beban kerja orang tua dan mencukupi ekonomi dan memfasilitasi kesehatan untuk mereka. Memperbaiki rumah agar mereka lebih nyaman dalam tinggal di rumah kecil kami.



Sebagaimana dikatakan  A. Fuadi dalam karangannya “di antara kerja keras dengan kesuksesan itu terdapat jarak, jaraknya bisa 1 detik tapi juga bertahun-tahun, maka kuncinya adalah sabar”. Sabar dalam berbuat kebaikan, sabar dalam perjuangan mencapai perubahan. Saya ingin memperlihatkan pada khalayak umum bahwa muda tak harus menggantungkan tangan pada orang tua, menyalahkan nasib dan mengeluh tiada henti. Percaya akan kemampuan diri sendiri, mau mencoba dan senantiasa berusaha tanpa putus untaian do’a menjadi pokok karakter sukses yang harus dimiliki. Karena perubahan besar esok hari harus dimulai dengan langkah kecil hari ini, maka mulai hari ini harusnya saya melakukan hal-hal yang terbaik.



Saya mungkin bukan artis, yang menurut klaim kebanyakan orang adalah public figure, yang setiap gerak-geriknya akan dicontoh oleh masyarakat. Tapi saya adalah walking figure yang kemanapun saya berjalan akan bersinggungan dengan orang lain yang berarti saya lebih memiliki potensi sama besarnya untuk menginspirasi orang lain. Semoga masyarakat yang pesimis mendapatkan optimisme mereka kembali melalui saya. Senang sekali hati ini bila bisa menginspirasi apalagi bermanfaat bagi orang lain dengan membuka lapangan kerja baru.




0 komentar:

Posting Komentar

A call-to-action text Contact us