Kolimasi*
Oleh:
Eka Nurcahyani, Mahasiswi Psikologi
UM Semester 4
Tak
banyak yang aku dapatkan ketika duduk formal dan mendengarkan paparan dari
dosen. Setidaknya itulah yang terlintas dalam pikiranku seusai kuliah tiap
harinya. Picik sekali dan betapa aku menyiakan waktuku dengan duduk dan hanya
berdiam diri. Entah paham atau tidak, aku tak bisa mengklasifikasikannya. Yang
jelas terkadang aku harus berjalan dalam kepura-puraan menjadi orang yang
berlagak bisa padahal diri sendiri berada dalam kebingungan. Tak ubahnya,
menganggukkan kepala menyetujui asumsi teman yang sebenarnya tidak aku pahami.
Sungguh belakangan ini aku hidup dalam banyak persona.
Baru
kemudian ketika aku berada dalam kondisi terancam, tertekan dan dituntut untuk
mengambil keputusan serba cepat dengan penuh kecermatan, aku sadar tak seburuk
itu diriku. Lomba cerdas cermat kemarin memaksaku merekonstruksi ulang struktur
kognitif yang aku miliki. Ibarat membuka sebuah buku, apa yang dibacakan dalam
pertanyaan adalah mayoritas yang telah dipelajari di bangku perkuliahan. Bahkan
apa yang olehku dan teman-teman remehkan ternyata memberikan kontribusi besar
dalam kemenangan team kami. Dewi fortuna nampaknya sedang berbaik hati pada
kami kala itu.
Dari
awal aku pesimis akan kemenangan. Ini kali pertama bagiku ikut perlombaan
dengan orang-orang hebat. Sahabatku, Bety, ia teramat jago dalam menghafal
dan memahami konsep. Daya ingatnya
begitu tajam meski hanya sekilas membaca. Ia mampu menghafal hingga yang detail
terkecil dari bahasan materi. Tak heran jika ia menjadi juara kelas.
Sahabat
sekaligus rekanku yang kedua tak kalah hebat. Asri Diana Kamilin. Seorang
aktivis kampus yang menggembara hingga ke negeri Malaysia berkat karya tulisnya
yang berkualitas. Kemampuannya berbicara mampu memukau semua juri dan hadirin
dalam perlombaan kala itu. Argumen-argumennya selalu didasari konsep psikologi
yang kompleks. Asri adalah sosok Kartini muda yang gencar memajukan pendidikan
dan segala sector yang terlibat didalamnya. Ia menulis, berbicara, juga
mengajak civitas akademika untuk memanfaatkan setiap celah sebuah peluang.
Mengokohkan sendi keberanian individu.
Terimakasih
untuk Asri yang tak lelah membujuk dan memberikan kepercayaan padaku juga Bety
untuk mencoba tampil di depan public dan merefleksikan apa yang telah kami pelajari
selama dua tahun ini. Semangat juangmu
membuatku malu akan diri sendiri yang tak bisa apa-apa ini. Aku menantikan
suatu waktu dimana aku bisa menyamai bahkan lebih dari apa yang telah kamu
kerjakan. Sobat, mari berjuang bersama menapaki masa depan yang masih
berselubung misteri ini.
Asri
yang memberikan nama Lentera satu pada team kami. Nama team yang membuatku
berpikir bahwa kami hanyalah lentera yang tak bisa menerangi kesederhanaan
fakultas kecil kami, FPPsi UM, yang kini belum genap berusia 4 bulan. Masih redup
dalam kelam malam dan mudah terkoyak angin yang berhembus perlahan. Cahayanya begitu
lembut dan disangsikan dapat memberi kehangatan hati yang haus akan prestasi
dan kebanggaan. Lentera.. bias akan makna.
Tim Lentera saat lomba Psychobattle |
Lentera
yang awalnya disangsikan eksistensinya kini berpendar terang dalam nyala yang
memberi kehangatan. Membuka jalan bagi lentera dan puluhan nama yang lain untuk
mengibarkan panji ungu milik FPPsi dimana tempat. Tak ada masalah nama Lentera
dipinggirkan dan diganti dengan nama yang lain. Namun bagiku, Lentera membawa
sekuak sejarah yang kan ku kenang. Awal aksi dan semoga bukan menjadi yang
terakhir.
Aku
teringat kata seorang sahabat karib saat berbincang di parkiran sepeda, “hanya
satu kali kita berusaha keras untuk menembus sebuah pintu keraguan dan
keterbatasan. Selanjutnya akan menjadi lebih mudah”. Hahhh, aku benci tak mampu
menuliskannya persis sama yang ia ucapkan, setidaknya demikian yang ia
maksudkan ketika memberi semangat padaku.
Kawan.
Setiap manusia punya cita dan rintangan yang harus dilalui sebelum sebuah aktualisasi diri tercapai. Akan ada
beribu cara untuk menghadapi sebuah rintangan, dan ketika rintangan itu
terlewati akan ada rintangan lagi yang menanti untuk diselesaikan, bukan untuk
ditakuti keberadaanya. Sekali saja, cobalah keluar dari belenggu keterbatasan
dan ketidakmampuan diri. Selanjutnya, pengalaman akan mengawalmu menjadi orang
dewasa yang matang dan sukses. Carilah teman yang berjalan seiringan dengan
tujuan hidupmu. Bawa dia sebagai teman sekaligus penasihat dalam mengambil
langkah.
Mari
berjuang, Kawan. Tiga tahun mendatang kita akan bertemu dalam kesuksesan. Kita
mulai Kolimasi ini—pengubahan perpencaran tujuan kita menjadi satu tujuan
bersama yakni untuk mencapai aktualisasi
diri, dan membangun negeri. Salam kemenangan!!!!!!!!!!!!!!
*Kolimasi : proses pengubahan berkas cahaya
(sinar) yg berpencar menjadi berkas sejajar
0 komentar:
Posting Komentar