:::: MENU ::::
  • Filosofi Tea

  • Diri Baru di Tahun yang baru (Sebuah refleksi akhir tahun)

  • Harga Diri, depresi hingga akhiri hidup dengan bunuh diri

Selasa, 01 Mei 2012


        


         Pada awalnya saya beranggapan bahwa psikologi klinis adalah jenis pengetahuan psikologi yang berurusan dengan gangguan jiwa, dan hanya  diperlukan oleh mereka yang bekerja di ruah sakit jiwa atau di klinik-klinik pribadi yang menangani orang sakit jiwa. Namun seiring dengan pembelajaran selama satu semester saya memahami bahwasannya psikologi klinis tidak hanya mempelajari tentang kejiwaan seseorang melainkan lebih lebih luas daripada itu yakni tingkah laku manusia. Seorang psikolog klinis-pun juga tidak hanya bekerja di rumah sakit jiwa melainkan bisa bekerja di segala bidang. Saya jadi teringat kata seorang teman dari UMM, “ketika kalian ditanya dimana nantinya seorang psikolog akan kerja? Jawablah, dimanapun bisa selama ada manusia”.  Hal inilah yang membuat saya sadar dan tidak khawatir lagi akan kemana langkah selanjutnya setelah menjadi sarjana psikologi.

            Garis besar tugas seorang psikolog klinis adalah melakukan assessment untuk mengkaji masalah, kemudian menyusun hipotesis permasalahan yang dihadapi kliennya dan memberikan terapi untuk mengatasi serta melakukan evaluasi untuk melihat terapi. Di dalam bekerja  psikolog klinis bisa menjalin relasi atau kerjasama dengan berbagai pihak, mulai dari guru, orangtua, dokter, psikiater, polisi, hakim, pemuka agama, pemuka adat, pengusaha, tokoh masyarakat dan berbagai pihak lain.

            Dalam dunia psikologi klinis dikenal dua kelompok besar jenis tes psikologi yang digunakan dalam proses assessment yaitu tes aspek kecerdasan atau intelegensi dan tes aspek kepribadian atau personality. Adapun pengumpulan data melalui assessment dilakukan dengan metode interview, observasi, korelasi, eksperimen, dokumentasi, riwayat hidup dan test. Namun perlu disadari bahwa tidak seutuhnya hasil dari assessment adalah benar. Ada kalanya terjadi kesalahan assessment yang disebabkan oleh skematisasi, informasi yang terlalu banyak, sedikitnya bukti internal untuk interpretasi, dan overpatologis. Dan untuk meminimalisir terjadinya kesalahan dalam assessment maka diajukan pertanyaan yang digunakan untuk menentukan apakah gejala yang ditemui seorang klinisi  adalah berupa gangguan atau sesuatu yang normal.

            Pengetahuan berharga lainnya yang saya dapatkan adalah mengenai psikologi kesehatan. Saya sempat bingung mengapa kesehatan harus dilihat dari sudut pandang psikologi? Setelah mendapatkan penjelasan dari Ibu Diantini barulah saya memahami bahwa psikologi itu sangat dekat dengan kesehatan. Bahkan bisa dikatakan bahwa pikiran dan perilaku seseorang sangat terkait dengan kesehatan. Ada orang yang berusaha untuk tetap gembira, optimis, cenderung merasa sehat meskipun berat badannya tidak ideal, meskipun mempunyai wajah jelek, juga meskipun sedang menderita penyakit tertentu.

            Dalam hal kesehatan, psikologi dapat memberikan kontribusinya dengan mengkonsentrasikan perhatian pada aspek promosi dan pemeliharaan kesehatan, pencegahan dan penanganan penyakit, identifikasi etiologi dan diagnosa. Berhubung dalam psikologi kesehatan terdapat banyak keyakinan bahwa status kesehatan berkaitan erat dengan prilaku maka pendekatan behavioral banyak digunakan untuk melakukan intervensi. Beberpaa metode behavioral yang digunakan antara lain relaksasi, modeling extinction, cognitive restructuring, teknik self-management dengan cara memantau perubahan kondisi fisiologis sendiri (self-monitoring), teknik latihan (rehearsal), dan dukungan sosial (social support). Sebagai contoh, penyakit mulut dan gigi dapat dicegah dengan bila orang rajin ke dokter gigi. Masalahnya adalah banyak orang yang takut ke dokter gigi, oleh karena itu psikologi dapat memberikan penanganan dengan teknik modeling atau teknik lain agar orang tidak takut lagi ke dokter gigi.

            Setelah serentetan metode assessment dan permasalahan kesehatan maka untuk menghilangkan gangguan psikologis seseorang ataupun memodifikasi psikologis seseorang digunakan terapi. Adapun terapi yang digunakan bisa terapi kelompok maupun terapi kognitif. Terapi kelompok bertujuan untuk membina kemampuan emosi dengan orang lain seperti kepercayaan, kedekatan, rasa marah dan mengatasi konflik. Adapun terapi kognitif memfokuskan pandangan pada bagaimna seseorang berpikir menentukan perasaan dan reaksinya. Misalkan, seseorang yang mempunyai pikiran bahwa kuburan adalah menakutkan maka ia akan memiliki reaksi emosi takut, fisiknya akan bereaksi dengan jantung berdebar, dan ia akan menunjukkan perilaku lari.

0 komentar:

Posting Komentar

A call-to-action text Contact us