Pada awalnya saya beranggapan bahwa
psikologi klinis adalah jenis pengetahuan psikologi yang berurusan dengan
gangguan jiwa, dan hanya diperlukan oleh
mereka yang bekerja di ruah sakit jiwa atau di klinik-klinik pribadi yang
menangani orang sakit jiwa. Namun seiring dengan pembelajaran selama satu
semester saya memahami bahwasannya psikologi klinis tidak hanya mempelajari
tentang kejiwaan seseorang melainkan lebih lebih luas daripada itu yakni
tingkah laku manusia. Seorang psikolog klinis-pun juga tidak hanya bekerja di
rumah sakit jiwa melainkan bisa bekerja di segala bidang. Saya jadi teringat
kata seorang teman dari UMM, “ketika
kalian ditanya dimana nantinya seorang psikolog akan kerja? Jawablah, dimanapun
bisa selama ada manusia”. Hal inilah
yang membuat saya sadar dan tidak khawatir lagi akan kemana langkah selanjutnya
setelah menjadi sarjana psikologi.
Garis besar tugas seorang psikolog
klinis adalah melakukan assessment
untuk mengkaji masalah, kemudian menyusun hipotesis permasalahan yang dihadapi
kliennya dan memberikan terapi untuk mengatasi serta melakukan evaluasi untuk
melihat terapi. Di dalam bekerja
psikolog klinis bisa menjalin relasi atau kerjasama dengan berbagai
pihak, mulai dari guru, orangtua, dokter, psikiater, polisi, hakim, pemuka
agama, pemuka adat, pengusaha, tokoh masyarakat dan berbagai pihak lain.
Dalam dunia psikologi klinis dikenal
dua kelompok besar jenis tes psikologi yang digunakan dalam proses assessment yaitu tes aspek kecerdasan atau intelegensi dan tes aspek kepribadian atau personality. Adapun pengumpulan data
melalui assessment dilakukan dengan
metode interview, observasi,
korelasi, eksperimen, dokumentasi,
riwayat hidup dan test. Namun perlu
disadari bahwa tidak seutuhnya hasil dari assessment
adalah benar. Ada kalanya terjadi kesalahan assessment
yang disebabkan oleh skematisasi,
informasi yang terlalu banyak, sedikitnya bukti internal untuk interpretasi,
dan overpatologis. Dan untuk
meminimalisir terjadinya kesalahan dalam assessment
maka diajukan pertanyaan yang digunakan untuk menentukan apakah gejala yang ditemui
seorang klinisi adalah berupa gangguan
atau sesuatu yang normal.
Pengetahuan berharga lainnya yang
saya dapatkan adalah mengenai psikologi kesehatan. Saya sempat bingung mengapa kesehatan harus dilihat dari sudut
pandang psikologi? Setelah mendapatkan penjelasan dari Ibu Diantini barulah
saya memahami bahwa psikologi itu sangat dekat dengan kesehatan. Bahkan bisa
dikatakan bahwa pikiran dan perilaku seseorang sangat terkait dengan kesehatan.
Ada orang yang berusaha untuk tetap gembira, optimis, cenderung merasa sehat meskipun berat badannya tidak
ideal, meskipun mempunyai wajah jelek, juga meskipun sedang menderita penyakit
tertentu.
Dalam hal kesehatan, psikologi dapat
memberikan kontribusinya dengan mengkonsentrasikan perhatian pada aspek promosi
dan pemeliharaan kesehatan, pencegahan dan penanganan penyakit, identifikasi
etiologi dan diagnosa. Berhubung dalam psikologi kesehatan terdapat banyak
keyakinan bahwa status kesehatan berkaitan erat dengan prilaku maka pendekatan
behavioral banyak digunakan untuk melakukan intervensi. Beberpaa metode behavioral yang digunakan antara lain
relaksasi, modeling extinction, cognitive restructuring, teknik self-management dengan cara memantau
perubahan kondisi fisiologis sendiri (self-monitoring),
teknik latihan (rehearsal), dan
dukungan sosial (social support). Sebagai
contoh, penyakit mulut dan gigi dapat dicegah dengan bila orang rajin ke dokter
gigi. Masalahnya adalah banyak orang yang takut ke dokter gigi, oleh karena itu
psikologi dapat memberikan penanganan dengan teknik modeling atau teknik lain
agar orang tidak takut lagi ke dokter gigi.
Setelah serentetan metode assessment dan permasalahan kesehatan
maka untuk menghilangkan gangguan psikologis seseorang ataupun memodifikasi
psikologis seseorang digunakan terapi. Adapun terapi yang digunakan bisa terapi
kelompok maupun terapi kognitif. Terapi
kelompok bertujuan untuk membina kemampuan emosi dengan orang lain seperti
kepercayaan, kedekatan, rasa marah dan mengatasi konflik. Adapun terapi kognitif memfokuskan pandangan
pada bagaimna seseorang berpikir menentukan perasaan dan reaksinya. Misalkan,
seseorang yang mempunyai pikiran bahwa kuburan adalah menakutkan maka ia akan
memiliki reaksi emosi takut, fisiknya akan bereaksi dengan jantung berdebar,
dan ia akan menunjukkan perilaku lari.
0 komentar:
Posting Komentar