:::: MENU ::::
  • Filosofi Tea

  • Diri Baru di Tahun yang baru (Sebuah refleksi akhir tahun)

  • Harga Diri, depresi hingga akhiri hidup dengan bunuh diri

Sabtu, 30 Desember 2017




Seorang psikolog (ahli jiwa) yang bernama Erickson mengatakan bahwa kehidupan ini adalah ibarat sebuah buku. Tentu saja tiap-tiap orang memberikan judul yang berbeda-beda. Semua itu bergantung bagaimana seseorang menjalani kehidupannya.



Menurut Erickson, judul buku kehidupan itu hanya ada dua kemungkinan yaitu: "Kepuasan" atau "Keputus-asaan”. Kita bisa menjabarkan dengan cara sederhana mengenai hal ini. Ketika kita membuka kembali buku kehidupan kita, sedikitnya ada dua hal yang akan kita temui:

1. Ketika kita memandang ke belakang, kita akan bertemu dengan musuh kehidupan kita yakni “seharusnya”

Berjumpa dengan masa lalu seringkali disertai rasa bersalah. Rasa bersalah itu berkata, "Seharusnya kamu melakukan sesuatu yang lain, bukan yang telah kamu lakukan itu". "Seharusnya kamu mengatakan sesuatu yang lain, bukan yg telah kamu katakan itu". "Seharusnya kamu mengambil keputusan yang lebih bijaksana, dan bukan keputusan yang bodoh itu". "Seharusnya kamu menghormati orang tuamu, bukannya malah memaki dan melukai hati mereka". "Seharusnya membantu orang lain dengan tulus, dengan hati nurani yang murni, bukan supaya dilihat orang".



"Seharusnya-seharusnya" seperti ini membuat kita terus merasa bersalah mengenai tindakan-tindakan kita di masa lampau dan menghalangi kita untuk sepenuhnya menghayati hidup kini dan di sini. Penyesalan dengan berkata, "Seharusnya" inilah musuh kehidupan kita. Kita tidak bisa mengubah lembaran-lembaran atau masa lalu kita, kita tidak bisa mengubah kenyataan bahwa kita telah bertindak dalam cara-cara tertentu. Kita tidak bisa mengubah hal yang tidak terelakkan, yang memang sudah terjadi.



Kita memang tidak dapat mengubah masa lalu kita, tetapi kita dapat mengubah sikap-sikap kita yang salah selama ini. Dan yang istimewa adalah bahwa kita memiliki pilihan setiap hari mengenai sikap apa yang akan kita ambil untuk hari itu. Oleh karena itu, mari kita hidup dengan bijaksana agar kita tidak menyesali sikap-sikap yang telah kita ambil.





2. Ketika kita memandang ke depan, musuh kehidupan kita yakni "seandainya"

Hal yang lebih buruk daripada rasa bersalah atau penyesalan kita adalah kecemasan-kecemasan kita. Kecemasan-kecemasan kita itu memenuhi hidup kita dengan pertanyaan: "Bagaimana seandainya saya kehilangan pekerjaan saya?". "Bagaimana seandainya anak saya tidak diterima di sekolah favorit?". "Bagaimana seandainya saya tidak naik kelas?". "Bagaimana seandainya skripsi saya tidak selesai?". "Bagaimana seandainya saya tidak mendapat kekasih?". "Bagaimana seandainya orang tua saya tidak mampu lagi membiayai studi saya?". "Bagaimana seandainya orang yang saya cintai meninggal?".



"Seandainya-seandainya" ini dapat begitu memenuhi pikiran kita dan membuat kita tidak mampu lagi melihat bunga-bunga yang indah di kebun dan anak-anak kecil yang bercanda ria di taman bermain. "Seandainya-seandainya" ini akan merampas sukacita di dalam hidup kita. "Seandainya-seandainya" ini juga dapat membuat kita tidak mendengar sapaan simpatik seorang sahabat.



Lantas kita harus bagaimana?

Musuh kehidupan "Seharusnya" dan "Seandainya " adalah kekuatan-kekuatan yang menarik kita ke belakang, ke masa lampau yang tidak dapat diubah lagi, dan menyeret kita ke depan, ke masa depan yang tidak dapat "diramalkan".



Selagi kita masih memiliki waktu, mari kita benahi diri kita. Kesalahan kita di masa lampau, ketidakpuasaan kita di hari kemaren biarlah menjadi pelajar berharga agar kita tidak mengalami hal yang sama di kemudian hari. Kita di masa depan adalah kita yang kita persiapkan hari ini. Mari kita atur kembali apa rencana kita, tujuan kita dan tindakan-tindakan kita hari ini untuk esok yang lebih baik. Jadikan diri kita bermanfaat, sukses dan puas bukan hanya untuk kita rasakan sendiri tapi juga untuk orang orang di sekeliling kita.



Dan kelak jika tiba waktunya buku kehidupan itu akan berakhir, lembar halamannya habis, tinta yang kita punya hanya tersisa untuk menuliskan judul buku kehidupan kita, maka setelah membaca dengan teliti dan merenungkan bab demi bab buku kehidupan itu, kita dapat memberikan judul buku kehidupan kita, “Kepuasan”.

0 komentar:

Posting Komentar

A call-to-action text Contact us